Surabaya (25/9). Penyelundupan satwa baik hasil budidaya maupun satwa dilindungi keluar dari wilayah Indonesia bukan merupakan hal yang baru. Berbagai macam cara pun digunakan untuk menyamarkan dan mengelabui petugas, apakah disamarkan dengan makanan ringan, mie instan, baju-baju bahkan dimasukkan dalam paralon. Kali ini petugas Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya berhasil menggagalkan penyelundupan telur yang diduga telur burung Nuri (Ordo: Psittaciformes) pada 7 September 2017 di Bandara Internasional Juanda – Sidoarjo. Telur tersebut dibawa oleh seorang penumpang pesawat dengan tujuan Taipei.
Kecurigaan awal bermula saat salah seorang penumpang pesawat di keberangkatan Internasional (Terminal 2) melewati X Ray petugas bandara (Aviation security/Avsec), terlihat benda seperti telur dalam travel bag penumpang tersebut. Selanjutnya petugas Avsec memberitahukan kepada petugas karantina tentang hasil X-Ray dan bersama-sama melakukan pemeriksaan terhadap travel bag dimaksud. Setelah diperiksa terdapat 6 (enam) kaleng potato chips yang didalamnya berisi 40 butir telur burung. Berdasar pengakuan pemilik, telur-telur tersebut adalah telur burung Nuri. 130 spesies burung Nuri termasuk dalam kategori terancam oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) dan 16 spesies termasuk dalam kategori sangat terancam punah.
Selanjutnya petugas Avsec melakukan penolakan muat dan petugas karantina menanyakan kelengkapan dokumen karantina kepada pemilik, namun pemilik bergegas pergi dengan alasan sudah boarding/takut ketinggalan pesawat. Barang bukti berupa telur-telur diamankan petugas karantina.
Atas kejadian tersebut Kepala BBKP Surabaya Dr. Ir. M. Musyaffak Fauzi, SH, M.Si. menghimbau kepada seluruh petugas karantina, utamanya yang bertugas di bandara untuk memperketat pengawasan terhadap media pembawa yang dibawa oleh penumpang dan meningkatkan kerjasama dengan instansi terkait di dalam bandara meliputi Bea Cukai dan Avsec.
Selain itu, Kepala Balai juga menegaskan bahwa pelaku penyelundupan dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) karena melanggar pasal 7 dalam Undang-Undang No 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.
Pasal 7 menyatakan bahwa Setiap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina, yang akan dikeluarkan dari wilayah Republik Indonesia wajib:
- Dilengkapi sertifikat kesehatan bagi hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan,kecuali media pembawa yang tergolong benda lain,
- Melalui tempat-tempat pengeluaran yang telah ditetapkan
- Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat-tempat pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina (herny/editor:sarie).

Puluhan Telur Burung Nuri, Gagal Diselundupkan ke Taipei