Surabaya (30/8). Perkebunan tebu di Waingapu, Sumba Timur, NTT membutuhkan sekitar 52 ribu ton pupuk organik. Sedangkan sudah selama 3 bulan ini, terdapat 2770 ton pupuk organik asal kotoran ayam milik PT. PAS di Pelabuhan Waingapu yang tidak dilengkapi sertifikat karantina.
Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian No. 316.a/Kpts/PD.670.320/L/11/06 tentang Petunjuk Teknis Tindakan Karantina Hewan terhadap Media Pembawa HPAI, menyatakan pelarangan lalulintas kotoran ayam antar daerah tertular HPAI. Melihat perubahan dinamika penyakit maka diperlukan kajian mengenai juknis ini, salah satunya melalui analisa resiko.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dibentuk 2 (dua) tim analisa resiko: 1.) Tim dari provinsi NTT yang terdiri dari Dinas Peternakan Provinsi NTT, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Balai Karantina Pertanian Kelas I Kupang dan Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Timur; serta 2.) Tim Barantan, yang mana Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya mengusulkan drh. Farid Hermansyah sebagai salah satu tim analisa resiko.
Sebagai tahap awal dari analisa resiko ini, sejumlah 9 (sembilan) orang tim dari provinsi NTT melaksanakan pertemuan dengan BBKP Surabaya, dan saat itu diterima lansung oleh Kepala BBKP Surabaya, Dr. Ir. M. Musyaffak Fauzi, SH, MSi, pejabat struktural dan beberapa pejabat fungsional pada 28 Agustus 2018 sebelum berkunjung ke farm asal kotoran ayam yang terletak di Blitar. Selain itu, tim juga melaksanakan pertemuan dengan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Blitar (sarie/ed:Titinq).

Analisa Resiko Pupuk Organik dari Blitar ke Waingapu

Analisa Resiko Pupuk Organik dari Blitar ke Waingapu

Analisa Resiko Pupuk Organik dari Blitar ke Waingapu

Analisa Resiko Pupuk Organik dari Blitar ke Waingapu

Analisa Resiko Pupuk Organik dari Blitar ke Waingapu