Surabaya, (17/9). Sebagian besar negara-negara di dunia mewajibkan perlakuan fumigasi untuk komoditas impor yang masuk ke negaranya khususnya komoditas pertanian. Fumigasi dimaksudkan untuk melindungi pertanian dan mencegah masuknya serangga ke wilayah pertanian di negara dimaksud. Ketidaktaatan atas ketentuan tersebut akan mengakibatkan penolakan komoditas impor yang dapat menurunkan kepercayaan pelanggan dan kerugian secara ekonomi.
Menyadari pentingnya fumigasi sebagai salah satu syarat ekspor, Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya melakukan pengawasan atas pelaksanaan fumigasi 6,1 juta Metrik Ton (MT) bungkil kepala sawit / Palm Kernel Extraction Pellet (PKE) milik PT. MNA yang akan diekspor ke Korea Selatan pada 15 September 2018. Bungkil tersebut akan dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
Fumigasi itu sendiri merupakan tindakan perlakuan terhadap media pembawa organisme pengganggu tumbuhan dengan menggunakan fumigan di dalam ruang kedap gas pada suhu dan tekanan tertentu selama periode waktu tertentu.
Soegiarto, SE, M.Si, petugas yang melakukan pengawasan, mengungkapkan bahwa pengawasan fumigasi dilakukan untuk memastikan kesesuaian pelaksanaan fumigasi dengan standar yang berlaku di Badan Karantina Pertanian. Untuk bungkil kelapa sawit pelaksanaan fumigasi dilakukan di atas alat angkut yakni di dalam palka kapal dalam hal ini kapal MV. Gold Eagle.
Beberapa tahap yang dilakukan dalam proses fumigasi diantaranya: a) Mengisolasikan media pembawa dengan menutup lubang-lubang ventilasi dan main hole kapal , b). Menutup media pembawa yaitu menutup rapat palka kemudian di seal, dan c). Menggunakan fumigan Fosfin (PH3) dengan dosis sesuai jenis media pembawa.
Selain untuk memenuhi persyaratan ekspor, fumigasi di atas kapal (on board fumigation) juga bermanfaat untuk menurunkan risiko susut nilai komoditas yang disimpan akibat aktivitas hama, sehingga masa penyimpanan komoditas dapat lebih panjang (herny).