Tindakan Karantina terhadap Belasan Burung Berkicau dari Cina

karantina hewanBerita

Surabaya, (30/8). Selain virus Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) A H5N1, virus HPAI A H7N9 juga bersifat zoonosis atau penyakit yang dapat ditularkan dari hewan (unggas) ke manusia. Kasus H7N9 pada manusia pertama kali dilaporkan di Cina pada Maret 2013 dan setelah itu telah terjadi infeksi sporadik pada manusia setiap tahunnya di Cina. Sekarang ini Cina sedang mengalami epidemik ke-5 H7N9 manusia dengan jumlah korban manusia mencapai 759 orang per 7 Agustus 2017.

Mengingat bahaya infeksi ini, maka Badan Karantina Pertanian telah meningkatkan kewaspadaan terhadap masuknya unggas dari negara yang terinfeksi H7N9 termasuk Cina dengan diterbitkannya Surat Edaran Kepala Badan Karantina Pertanian No. 5437/KR.120/K/4/2017 perihal Peningkatan Kewaspadaan Terkait Kasus Avian Influenza (AI) di Cina.

Salah satu bentuk keberhasilan Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya dalam peningkatan kewaspadaan ini adalah berhasil digagalkannya upaya pemasukan 19 ekor burung dari Cina pada 29 Agustus 2017, yang dibawa oleh seorang penumpang pesawat sebuah maskapai penerbangan yang berangkat dari Cina dan transit di Malaysia sebelum akhirnya mendarat di Bandara Internasional Juanda – Sidoarjo.

Adapun burung yang berhasil ditahan tersebut terdiri dari 13 ekor burung Wambie (Chinese hwamei atau melodious laughingthrush (Garrulax canorus)) dan 6 ekor burung Cinta (Fischer’s Lovebird (Agapornis fischeri)). Burung tersebut oleh pemilik dibungkus dalam kain kasa hitam yang dimasukkan ke dalam 16 kotak kecil yang kemudian dimasukkan ke dalam koper.

Tindakan penahanan dilakukan karena burung-burung tersebut tidak dilengkapi dokumen kesehatan / Health Certificate dari negara asal, dan tidak dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina untuk dilakukan tindakan karantina. Hal ini melanggar ketentuan dalam UU No. 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.

Selanjutnya tindakan karantina dilakukan selain berdasarkan Surat Edaran Kepala Badan Karantina Pertanian No. 5437/KR.120/K/4/2017, juga berdasarkan Permentan No.69 Tahun 2014 tentang perubahan Permentan No. 44 Tahun 2013 tentang Penghentian pemasukan unggas dan/atau produk unggas dari Cina ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia agar dilakukan tindakan karantina penolakan dan/atau pemusnahan terhadap setiap jenis media pembawa HPAI dan Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) yang dilarang, kecuali produk unggas non pangan yang telah dilakukan pemanasan untuk mengeliminasi atau mematikan virus AI dengan dibuktikan proses tersebut pada Sertifikat Sanitasi yang berasal/transit/transshipment dari Cina.

Sehubungan dengan pencegahan penularan virus HPAI H5NI dan virus HPAI H7N1, maka pada 30 Agustus 2017, bertempat di Instalasi Karantina Hewan Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya dilaksanakan tindakan karantina terhadap ke-19 ekor burung tersebut yang dilaksanakan oleh petugas medik dan paramedik veteriner BBKP Surabaya. Petugas medik dan paramedik yang melaksanakan pemusnahan tersebut, menggunakan Personal Protective Equipment (PPE) sesuai dengan standar Biosafety dan Chemical Safety Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Pemusnahan dilaksanakan dengan melakukan Euthanasia sesuai standar “American Veterinary Medical Association (AVMA) Guidelines for the Euthanasia of Animals: 2013 Edition”, agar sesuai dengan standar Kesejahteraan Hewan (Animal Welfare). Adapun berdasar standar tersebut pada Halaman 66, agen Inhalasi yang disarankan sebagai metode euthanasia pada unggas kecil atau burung adalah dengan Karbondioksida (CO2) konsentrasi tinggi yaitu >40%.

Setelah burung dieuthanasia dan dikonfirmasi oleh petugas medik bahwa burung tersebut telah mati, selanjutnya dilakukan insinerasi dengan menggunakan Incinerator Riello™ yang mempunyai kapasitas 1 M3 dan dengan suhu 1200 oC di belakang Laboratorium Karantina Hewan BBKP Surabaya. Penggunaan incinerator dengan suhu 1200 oC selain supaya bangkai burung musnah dengan sempurna, juga mencegah kontaminasi Hama dan Penyakit Hewan Karantina (HPHK), khususnya AI, ke lingkungan sekitar sesuai dengan aturan dalam standar Biosafety.

Kegiatan ini dibuka oleh Kepala BBKP Surabaya, Dr. Ir. M. Musyaffak Fauzi, SH, MSi. Acara dilanjutkan dengan pembacaan kronologi pemasukan Media Pembawa HPHK oleh Drh. Kundoro, MM, MP., pembacaan doa oleh Siswanto, sesi diskusi dan tanya jawab dengan dipandu oleh Dr. drh. Retno Oktorina, MMA sembari menunggu proses euthanasia dan diakhiri dengan insinerasi dengan menggunakan Incinerator.

Selain dihadiri Pejabat Struktural dan Fungsional Lingkup BBKP Surabaya, kegiatan tersebut juga disaksikan oleh: perwakilan Kepala Otoritas Bandar Udara Juanda, Komandan Detasemen Pomal, Kepala Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Surabaya I dan Kasi Korwas PPNS Polda Jawa Timur (bidang KH/sarie, editor: tri handono & herny).

Waspada Pemasukan Unggas Terinfeksi H7N9

Share